Ночная стража: народные индонезийские истории о встречах с духами

Tahun delapan puluhan, di kampungku belum ada listrik. Setiap malam suasana kampungku gelap gulita bagaikan ada di dalam gua. Sehingga banyak wanita dan anak-anak yang tak berani keluar rumah. Tapi, biarpun suasana kampung dalam keadaan gelap, kegiatan masyarakat macam ronda malam tetap digalakkan. Karena banyak hewan ternak raib digondol maling.

Mbah Adi, sebut saja namanya demikian, harus rela berjalan memutari kampung ketika mendapat jatah ronda. Hal tersebut dilakukan supaya kampung kami jauh dari gangguan maling. Saat ronda, Mbah Adi selalu melewati tempat yang dianggap keramat. Biasanya, jika mendapat jatah ronda, Mbah Adi keluar rumah sekitar pukul delapan malam. Lalu, Mbah Adi ngumpul bersama teman-temannya yang mendapat jatah ronda yang sama di pos kamling.

Untuk mencegah rasa kantuk, Mbah Adi selalu menghabiskan waktunya dengan main kartu di gardu ronda. Di kampungku yang mendapat jatah ronda, muternya harus giliran satu persatu dan yang belum mendapat jatah keliling harus menunggu di pos ronda.

Sekitar jam satu malam akhirnya Mbah Adi mendapat giliran ronda keliling kampung. Walaupun dengan sedikit rasa kantuk, namun Mbah Adi tetap menjalankan tanggung jawabnya. Dia melewati jalan-jalan yang terjal di kegelapan malam, karena waktu itu jalan di kampungku belum diaspal sehingga jalannya masih banyak batu-batu. Mbah Adi terus berjalan sendirian dan hanya ditemani sebuah lampu senter di tangannya yang ia bawa sebagai penerang.

Suasana malam itu sangat hening dan sepi. Karena dulu jarak antara rumah satu dengan yang lainnya sekitar dua puluh meter lebih sehingga walaupun kita berteriak, maka para tetangga tak akan mendengar. Saat itu perjalanan Mbah Adi sampai di bawah pohon pule yang sangat besar. Saat melintasi tempat itu, bulu kuduk Mbah Adi berdiri tegak. Mbah Adi menghentikan langkahnya sejenak, matanya nyalang menatap ka arah pohon pule tersebut. Tiba-tiba saja pohon pule itu bergoyang-goyang seperti tertiup angin, padahal malam itu angin tak berhembus.

Mbah Adi pun merasakan kalau di situ ada hal yang sangat aneh karena pohon yang bergoyang-goyang hanyalah pohon pule itu saja. Sedangkan pohon-pohon lain yang berada di sekelilingnya tak bergerak-gerak sama sekali. Didorong rasa penasaran yang sangat besar dan ingin mengetahuinya lalu Mbah Adi berkata, “iki lelembut opo wong? Nek pancen lelembut saiki metuo, aku pengen ngerti wajahmu” (artinya “Kau ini hantu apa orang? Kalau memang hantu coba sekarang keluar, aku mau melihat wujudmu”). Setelah berkata seperti itu lalu Mbah Adi terdiam sejenak. Rupa-rupanya pohon pule itu malah bergerak dan bergoyang semakin kencang. Daun-daunnya berguguran. Mbah Adi hanya bisa celingukan ke sana ke sini.

Tiba-tiba saja dari arah pohon pule tersebut muncullah sesosok makhluk halus yang berwujud seperti kakek-kakek. Namun sangat tinggi sekali, kira-kira tingginya sekitar sepuluh meter, badannya juga cukup besar, rambutnya sangat panjang dan lebat berwarna putih, jenggotnya sangat panjang sampai menyentuh tanah, jenggotnya itu juga berwarna putih, matanya besar dan hitam, mulutnya berwarna merah merona seperti habis memakan sirih.

Setelah melihat kejadian itu mata Mbah Adi langsung terbelalak. Seketika dalam hatinya Mbah Adi berkata, “ternyata benar apa yang dikatakan orang-orang selama ini.” Seketika itu juga, Mbah Adi lalu mengambil tanah yang ada di sekitar situ. Tanah itu lalu digenggamnya sambil dibacakan ayat kursi sebanyak tiga kali. Kemudian dilemparkannya tanah tersebut ke arah hantu berjenggot panjang tadi.

Ketika dilempar tanah yang sudah dibacakan ayat kursi oleh Mbah Adi tadi, makhluk halus itu hilang dalam sekejap. Kemudian Mbah Adi langsung melanjutkan langkahnya. Sesampainya di pos ronda Mbah Adi tak menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya. Karena Mbah Adi khawatir teman-temannya tak berani lewat situ.

Setelah itu setiap malam Selasa Kliwon dan malam Juma’at Kliwon hantu berjenggot panjang tersebut selalu menggangu orang yang lewat situ. Sehingga setiap malam Selasa Kliwon ataupun malam Jumat Kliwon tak ada orang yang berani lewat di dekat pohon pule tersebut.

Samapi akhirnya di tempat tersebut didirikan sebuah pondok pesantren. Katanya saat akan didirikan pondok pesantren para makhluk halus tersebut pindah ke sungai yang terletak di sebelah Barat kampungku. Setelah didirikan pondok pesantren, makhluk halus berjenggot panjang tersebut tidak pernah muncul lagi dan pohon Pule yang raksasa tadi juga sudah ditebang.

Комментарий

Malam Jumat Kliwon – ночь с четверга на пятницу, совпадающая по яванской пятидневной неделе с пятым ее днем (кливон). По народным поверьям, в это время могут снится вещие сны и случаться разные чудеса, в том числе обычные люди могут встретиться с духами (в западной культуре – «пятница 13»).

Makan Sirih – привычка жевать бетель. Растение бетель, piper betle, употребляется в виде тонизирующей бетелевой жвачки вместе с гашеной известью и семенами пальмы катеху (areca cathecu) в Индии и в странах ЮВА.

Ayat Kursi – аят Престола – cамый известный аят из Корана об абсолютном могуществе Аллаха над его творениями. (255 аят суры 2 Аль-Бакара, «Корова», (К., 2:255).

Pesantren – яванизм от корня santri («ученик»). Песантрэн – мусульманская школа (медресе), обычно в сельской местности. Также песантрэн – общежитие при центре для изучающих Коран.

kosa kata

ronda malam

menggalakkan

ночной дозор

подстрекать, злить, зд: усилить

raib

пропасть

digondol maling

зд. украдено

poskamling

*pos keamanan
lingkungan

сторожка

gardu ronda

сторожевая будка

terjal

крутая (о скале, дороге)

pohon pule

индийское дьявольское дерево, alstonia acholaris

mata nyalang

*nyalang

с открытыми глазами

зрячий

angin tak
berhembus

ни дуновения ветра

penasaran

стало любопытно

mata terbelalak

вытаращенные глаза