Tukidi adalah seorang sopir truk, yang demi menghidupi keluarga dia sampai jarang pulang karena sering keluar kota. Bahkan, saat perjalanan keluar kota, Tukidi juga sering sendiri, tidak ditemani oleh seorang kernet pun. Tukidi memang sengaja tidak membawa kernet karena posisi kernet juga dapat ia rangkap agar mendapatkan tambahan uang. Jadi selain jadi sopir, posisi Tukidi juga merangkap sebagai kernet karena dia menaikkan dan menurunkan barang sendirian.
Tukidi sudah sepuluh tahun memegang truk milik bosnya. Sehingga bos Tukidi sudah percaya sepenuhnya kepada Tukidi, walaupun truknya dibawa ke luar kota manapun bosnya tetap mempercayakan kepada Tukidi. Di samping itu, Tukidi juga orangnya jujur, ulet, dan bisa memperbaiki truk sendiri. Dan yang paling penting setorannya tidak pernah telat, sehingga bosnya sangat senang dengan Tukidi.
Waktu itu Tukidi berniat memuat pasir dari Yogyakarta yang akan dibawa ke Semarang. Karena jarak Yogya-Semarang lumayan jauh, maka Tukidi berangkat pagi-pagi sekali. Pukul empat pagi, ia sudah bangun. Tepat pukul lima pagi, Tukidi berangkat dari rumahnya menuju Sungai Boyong untuk mengambil pasir. Tepat pukul enam pagi Tukidi sudah sampai di Sungai Boyong. Rupa-rupanya pagi itu di Sungai Boyong juga sudah banyak truk yan mengantri untuk mengambil pasir. Tukidi pun bersabar menunggu giliran untuk memuat pasir, dua jam kemudian giliran truk Tukidi yang akan diisi pasir. Waktu mengisi pasir di kali tergolong sangat cepat karena di situ cara mengisi pasirnya sudah menggunakan alat berat yaitu eskavator.
Saat muatannya sudah penuh lalu Tukidi segera menyalakan truknya dan langsung tancap gas menuju Semarang. Namun sial bagi Tukidi, ternyata saat perjalanan baru sampai Magelang, tiba-tiba ban belakangnya bocor dua. Sedangkan Tukidi hanya membawa ban serep satu. Sehingga Tukidi harus cari tempat tambal ban untuk menambal ban truknya yang bocor. Setelah ban selesai ditambal Tukidi segera memasang ban itu. Tepat pukul tujuh malam, semuanya sudah beres, sehingga Tukidi kembali melanjutkan perjalanan.
Setelah perjalanan yang lumayan lama akhirnya jam 12 malam Tukidi sampai juga di Semarang. Lalu pasir ia bongkar kemudian pada jam satu malam Tukidi balik lagi ke Yogyakarta. Saat sedang asyik-asyiknya menyetir truk, tiba-tiba Tukidi dikejutkan oleh seorang cewek yang cantik dan berambut panjang yang menyetop mobilnya. Karena penasaran akhirnya Tukidi pun berhenti. Lalu wanita itu tiba-tiba membuka pintu depan dan bilang, “Mas, saya numpang sampai situ boleh?”
Dengan gugup Tukidi menjawab, “Boleh, mbak, silahkan naik.” “Terima kasih, Mas,” kata wanita itu sambil naik ke truk dan duduk berdampingan dengan Tukidi. Tukidi kembali menancap gasnya dan melanjutkan perjalanan. Saat perjalanan, Tukudu merasa aneh karena hidungnya mencium bau wangi yang sangat menyengat di hidung. Tapi tak berapa lama bau wangi itu berubah menjadi bau busuk.
“Bau apa ini ya? Masa bau wanita ini sih?” kata Tukidi dalam hati. Tukidi tak berapi menanyakan tentang bau busuk yang menyengat hidungnya pada wanita itu. Takut nanti tersinggung.
Tukidi hanya menatap wajah wanita itu dan wanita itu hanya senyum-senyum, lalu Tukidi memberanikan diri untuk bertanya, “Mbak, sakit ya? Kok wajahnya pucat.” “Nggak kok, Mas. Wajah saya memang begini.” Mendengar jawaban itu Tukidi hanya diam saja. Ia merasa aneh saja karena biasanya kalau ada penumpang cewek, Tukidi selalu senang dan merasa nyaman. Namun kali ini lain, Tukidi malah merinding dan tubuhnya keluar keringat dingin.
Wanita itu berkata, “Saya turun di depan situ, ya Mas”. “Turun sini, Mbak?” tanya Tukidi.
“Iya, Mas, rumah saya di sini. Kapan-kapan mampir ke sini ya, Mas,” kata wanita itu. “Iya, Mbak.” Wanita itu langsung turun dari truk. Ketika si wanita sudah turun, Tukidi melihat kaca spionnya untuk melihat wanita itu. Tukidi terkejut waktu melihat punggung si wanita itu ternyata berlubang. Karena penasaran, Tukidi turun dan menemukan kenyataan lain.
Ia tak melihat wanita itu, malah melihat banyak batu nisan. Rupanya di situ ada kuburan. Tukidi buru-buru naik truk dan langsung tancap gas meninggalkan tempat itu.
Pagi harinya, Tukidi mencari tahu tentang wanita itu ke teman-temannya sesama sopir truk. Dan benar saja, ternyata teman Tukidi juga pernah ada yang ditumpangi wanita itu. Dan turunnya pun di kuburan itu. Dengar-dengar dari cerita orang, ternyata wanita itu adalah peri penunggu kuburan setempat. Biasanya kalau malam hari memang peri itu sering sekali menggangu kendaraan yang lewat situ. Sejak kejadian itu sekarang Tukidi tak pernah sendirian lagi. Ia selalu minta ditemani oleh kernet.
Комментарий
Peri (произносится как при, в русском произношении пéри) – персонаж иранской мифологии. Изначальные божества плодородия получили негативную окраску в зороастризме (ведьма пайрика). В литературе – метафора роковой красавицы, чаровницы, феи. Её образ сохранился в мифологиях персов, таджиков, афганцев. Через культурные контакты с Индией образ пери проник в малайскую и яванскую мифологию в этап индо-мусульманского синтеза (XIV–XIX вв.).
Penunggu (от слова tunggu, ждать) – духи-стражи особых мест, обычно не вредящие людям без причины.
kosa kata
demi menghidupi keluarga |
чтобы обеспечивать семью |
merangkap sebagai kernet |
подрабатывал помощником водителя |
ulet |
дж. упорный, активный |
mengantri |
стоять в очереди |
ban bocor |
прохудилась шина |
memasang ban serep |
поменять на запасную покрышку |
bongkar |
разгружать, снимать |
asik-asyiknya menyetir |
сидел за рулем с удовольствием |
tersinggung |
задет, обижен |
kaca spion |
зеркало заднего вида |
batu nisan |
надгробие |
kuburan |
Могилы |